Senin, 18 Juli 2011

TESSO NILO

Perambahan Hutan di Tesso Nilo Meningkat Terus

 

Siaran Pers, Untuk segera disiarkan pada - 29 Agustus 2006
PEKANBARU-Sebagai respon atas makin maraknya pembukaan lahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan usulan perluasannya sejak awal Agustus 2006 lalu dengan cara dibakar (open burning), maka WWF dan Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau) meminta perusahaan-perusahaan dimana kebakaran tersebut terjadi untuk bertanggung jawab. Pemerintah Daerah juga diharapkan dapat konsisten dengan tekadnya untuk menstatusquokan lahan yang terbakar dan segera memproses hukum pelaku pembakaran sehingga memberikan efek jera.
Menurut pantauan WWF lewat satelite Modis dari 1-28 Agustus 2006 teridentifikasi sebanyak 206 titik api disekitar hutan Tesso Nilo. Titik-titik api ini teridentifikasi baik di dalam Taman Nasional Tesso Nilo ataupun di usulan perluasannya dan berdasarkan analisis Geographic Information System (GIS) diperkirakan telah membakar lahan seluas 948 ha didalam Taman Nasional dan 3.351 ha disekitarnya dan usulan perluasan. Bila pembukaan lahan secara sporadis ini tidak segera dihentikan, keutuhan Tesso Nilo yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dan merupakan habitat gajah terbesar di Riau semakin terancam.
Perambahan di kawasan hutan Tesso Nilo mulai meningkat sejak tahun 2004 untuk dijadikan pemukiman dan perkebunan sawit. "Jika tren pembukan lahan di kawasan Tesso Nilo tidak segera dihentikan maka dikhawatirkan akan memicu konflik manusia dan satwa liar disekitarnya," kata Mubariq Ahmad, Direktur Eksekutif WWF-Indonesia. Padahal hingga kini Tesso Nilo adalah satu-satunya habitat gajah yang relatif aman dibandingkan habitat gajah yang tersebar di 12 kantong lainnya di provinsi Riau.
Radaimon, Ketua Forum Masyarakat Tesso Nilo menyatakan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku perambahan di Tesso Nilo harus benar-benar dilaksanakan karena kegiatan perambahan ini telah mengganggu struktur sosial masyarakat tempatan dan hanya menguntungkan masyarakat pendatang. "Bencana asap hanyalah bagian dari permasalahan yang diributkan semua pihak saat ini, padahal akar permasalahannya adalah bagaimana semua pihak memberikan perhatian kepada hal mendasar mengapa asap terjadi yaitu kegiatan perambahan hutan". Selain itu menurut Radaimon bila perambahan ini tidak diselesaikan secepatnya maka ini akan menjadi preseden yang jelek bagi masyarakat tempatan disekitar Tesso Nilo.
Sementara itu Koordinator Jikalahari, Zulfahmi menyerukan agar pemegang HPH aktif di Tesso Nilo harus bertanggung jawab dengan pembakaran di hutan dan lahan di Tesso Nilo. "Pemegang-pemegang HPH ini sudah tidak lagi beroperasi sejak 2003 dan tidak melaksanakan perlindungan terhadap konsesinya, sehingga menyebabkan maraknya pembukaan lahan untuk diokupasi. Bila pemegang HPH ini sudah tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya sebagai pemegang konsesi, Jikalahari meminta agar perusahaan terkait segera mengembalikan izin yang dikantonginya ke Departemen Kehutanan.
Peraturan perundang-undangan di Indonesia, misalnya UU No.41 /1999 tentang Kehutanan Pasal 49 & 50, dengan jelas mengatur tanggung jawab pemegang izin konsesi atas terjadinya kebakaran hutan dan larangan melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, seperti perambahan hutan, di dalam areal kerjanya. Selain itu PP No.45 /2004 tentang Perlindungan Hutan dan PP No.4/2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan juga mengatur larangan terhadap pembakaran hutan dan lahan. Sebelumnya, pada 10 Mei 2006 telah dilakukan deklarasi penghentian kebakaran hutan dan lahan antara pemegang izin HPH, HTI dan perkebunan di Riau dengan Pemerintah Provinsi Riau.
Mengingat dampak serius yang ditimbulkan oleh polusi asap (haze pollution), baik bagi kesehatan masyarakat di Riau maupun negara-negara tetangga di Asia Tenggara lainnya, WWF dan Jikalahari menyerukan agar perusahaan segera mengimplementasikan komitmen yang telah dideklarasikan tersebut.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
  • 1. Nursamsu, Forest Crime Module Leader- WWF Indonesia-Program Riau : telp +62 812 753 73317, email: nsamsu@wwf.or.id
     
  • 2. Zulfahmi Koordinator Jikalahari: telp. +62 812 682 1214, e-mail: zfahmi@jikalahari.org
 Catatan untuk editor:
Dari titik-tittik api yang terdeteksi lewat satelit Modis dari awal Juli hingga 28 Agustus 2006 dapat diestimasi luasan lahan dan hutan yang terbakar:
  • 1. Agutus ( per tanggal 28)
    Seluruh Riau: 98.555 ha
    Kawasan hutan Tesso Nilo ( termasuk usulan perluasan dan Taman Nasional Tesso Nilo): 4.299 ha
    Taman Nasional Tesso Nilo saja : 948 ha
     
  • 2. Bulan Juli:
    Seluruh Riau : 84.204 ha
    Kawasan hutan Tesso Nilo ( termasuk usulan perluasan dan Taman Nasional Tesso Nilo): 2591 ha
    Taman Nasional Tesso Nilo saja : 473 ha
     
  • 3. Total hutan dan lahan yang terbakar dari Juli-Agustus 2006
    Seluruh Riau: 173.701 ha
    Kawasan Tesso Nilo (termasuk usulan perluasan dan Taman Nasional Tesso Nilo) 6. 392 ha.
    Taman Nasional Tesso Nilo saja 1.312 ha
     
  • 4. Sebagian titik-titik api tersebut pada periode Juli-Agus 2006 teridentifikasi terjadi dikawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Produksi ( HPH) dan perkebunan sawit di seluruh Riau. Dengan rincian:
    a. HTI seluas: 47.186 ha
    b. Perkebunan sawit seluas : 42.094 ha
    c. HPH seluas : 39.055 ha
    d. Kawasan gambut: 91.198 ha
    e. Kawasan non gambut: 82.503 ha
     
  • 5. Peta monitoring hotspot per minggu selama bulan Agustus dan Juli 2006, dapat diakses di www.wwf.or.id/tessonilo
     
  • 6. Estimasi luasan bukaan hutan karena perambahan lewat analisis GIS hingga April 2006:
    a. Taman Nasional Tesso Nilo : 7.110 ha
    b. HPH. PT. Nanjak Makmur : 3.486 ha
    c. HPH PT. Siak Raya Timber : 6.442 ha
    d. HPH PT. Hutani Sola Lestari : 1.123 ha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar